Sejarah Peradaban Islam has 128 ratings and 8 reviews. Laelaanggraini said: Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern, Aji said: saya ingin.
Download Ebook Sejarah Peradaban Islam Oleh: Badri Yatim Deskripsi Buku Sejarah Peradaban Islam Badri Yatim Judul: Sejarah Peradaban Islam Penulis: Badri Yatim Penerbit: Rajawali Pers Tahun: 2011 Tebal: 352 halaman Deskripsi Ringkas: Materi buku ini dengan uraian sejarah peradaban Islam-nya menjadi bahan yang sangat penting dan berguna bagi mereka yang berminat pada studi keIslaman, antara lain mahasiswa dan pengajar dari fakultas-fakultas keagamaan di perguruan tinggi. Pengkajian sejarah Islam di Indonesia, dalam buku ini mendapatkan porsi pembahasan yang cukup besar mengingat penyebaran Islam di nusantara memiliki corak yang khas.
Pada masa zaman modern sekarang ini mungkin banyak yang kurang mengetahui lebih lanjut tentang sejarah peradaban Islam, bahwa sejarah Islam telah melalui tiga periode yaitu periode klasik (650-1250), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern (1800-sekarang). Pada periode klasik, Islam mengalami kemajuan dan masa keemasan. Hal ini ditandai dengan sangat luasnya wilayah kekuasaan Islam, adanya integrasi antar wilayah Islam, serta adanya kemajuan di bidang sains. Pada abad pertengahan, Islam mengalami kemunduran yang ditandai dengan terpecahnya kerajaan Islam menjadi beberapa kerajaan antara lain: (a). Kerajaan Usmani di Turki, (b). Kerajaan Safawi di Persia, dan (c).
Kerajaan Mughal di India. Kemunculan tiga kerajaan Islam ini banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan peradaban Islam. Kerajaan Usmani di samping yang pertama berdiri juga yang paling terbesar dan paling lama bertahan di bandingkan dua kerajaan yang lainnya meraih puncak kejayaannya dibawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) yang telah menundukan banyak wilayah di sekitar Turki Usmani. Kerajaan Safawi, Syah Abbas I membawa kerajaan tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode kepemerintahannya (1588-1628 M). Dan Kerajaan Mughal meraih masa keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M). Seperti takdir yang telah Allah tentukan disetiap kejayaan tentu akan berganti dengan kemunduran bahkan sebuah kehancuran. Demikian pula yang terjadi pada ketiga kerajaan tersebut.
Setelah pemerintahan yang gilang gemilang dibawah kepemimpinan tiga raja itu, masing-masing kerajaan mengalami fase kemunduran. Akan tetapi penyebab kemunduran tersebut berlangsung dengan cepat.
Kemunduran-kemunduran ini tentu sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan peradaban Islam secara keseluruhan. Untuk lebih jelasnya tentang bagaimana sejarah berdiri, perkembangan, kemajuan, kemunduran, serta kehancuran dari tiga kerajaan ini, akan dikupas secara lebih mendalam pada pembahasan selanjutnya. Kerajaan Usmani (680-1341 H/1281-1924 M) didirikan oleh Usman Putera Ertugril, bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang berasal dari Mongol, daerah utara China. Pembentukan bangsa Turki yang berasal dari kabilah Oghuz ini berawal dari peran mereka dalam beberapa penaklukan ke negeri yang sebelumnya bukan dari negeri muslim. Daerah-daerah pegunungan sebelah barat dan bagian utara Anatolia menjadi rebutan antara kelompok yang saling berusaha menguasai Ertughrul salah satu pimpinan di wilayah negara tentara perbatasan Bizantium.
Di sana, di bawah pimpinan Erthugrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak saat itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai itu kota. Sepeninggal Erthogril, atas persetujuan sultan Alauddin II, kedudukan Erthogril digantikan puteranya yang bernama utsman yang memerintah Turki Utsmani antara tahun 1281-1324 M. Serangan bangsa mongol terhadap bangsa seljuk yang terjadi pada tahun 1300 M.
Menyebabkan dinasti ini menjadi terpecah-pecah menjadi sejumlah dinasti kecil. Dalam kondisi kehancuran dinasti saljuk inilah Utsman mengklaim kemerdrkan secara penuh atas wilayah yang di kuasainya, sekaligus memproklamasikan sejarah berdirinya dinasti Utsmani. Kekuatan militer Utsman menjadi benteng pertahanan sultan dinasti-dinasti kecil dari ancaman bahaya serangan mongol. Dengan demikian, secara tidak langsung, mereka mengakui Utsaman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar “ Padiansyah Ali Utsman” (Ali, 1996: 362). Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun begitu kemajuan kerajaan Usmani mencapai masa keemasannya bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya, namun banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu diantaranya: keberanian, keterampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja. Perang dengan Bizantium merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah.
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan diantaranya yaitu: kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Dari kebudayaan Bizantium mereka mengambil ajaran tentang organisasi pemerintahan dan kemiliteran.
Sedangkan ajaran tentang prinsip ekonomi, sosial, kemasyarakatan, keilmuan mereka terima dari bangsa Arab. Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan mereka tidak begitu menonjol sehingga dalam khasanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani. Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik, masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Pada masa Turki Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang adalah Bektasyi dan Maulawi yang banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominandi kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering di sebut Tentara Bektasyi.
Namun disisi lain, Kajian ilmu keagamaan seperti Fiqh, Ilmu kalam, Tafsir, dan hadis boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan karena para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (madzhab) keagamaan dan menekan madzhab lainnya. Kerajaan Shafawi (907-1148 H/1501-1736 M) didirikan oleh Ismail bin Haidar di wilayah Persia. Penamaan kerajaan ini dengan kerajaan Shafawi karena kelahirannya berawal dari gerakan tarekat syafawiyah.
Gerakan tarekat syafawiyah didirikan oleh Safi al-Din(1252-1334 M) yang berpusat di Ardabil Azerbaijan. Ia merupakan murid dari seorang mursyid tarekat di kota Jilan dekat Kaspia, Syeikh Taj al-Din Ibrahim Zahidi (1218-1301 M) yang di kenal dengan julukan Zahid. Karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf, kemudian Safi al-Din di ambil menantu menggantikan kedudukannya. Mengenai asal usul Safi al-Din, yakni ia keturunan Musa al-Kazim, imam syiah yang keenam. Perjalanan tarekat safawiah menuju terbentuknya kerajaan Shafawi dapat di bedakan menjadi dua fase.
Sebagai gerakan tarekat murni. Pada fase ini ada dua kecenderungan yang berkembang dalam tarekat tersebut yakni tarekat syafawi bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut orang-orang ahli bid’ah.
Sebagai gerakan politik, terjadi pada masa Junaid ibn Ibrahim (1447-1460). Beralihnya sikap gerakan ini kepada gerakan politik karena gerakan ini mendapat dukungan luas dari masyarakat Persia yang sudah terpengaruh oleh ajaran tarekat syafawiah. Terpengaruhnya masyarakat Persia pada terikat ini antara lain Karena, banyaknya orang Persia yang mencari ketenangan hidup dengan memilih jalan hidup tasawuf, sebab bosan dengan suasana hidup yang penuh dengan peperangan dan perebutan kekuasaan.
Kemajuan peradaban kerajaan Shafawi antara lain karena beberapa langkah yang ditempuh oleh Abbas I yang merupakan kesultanan dinasti Shafawi yang kelima (1588-1628 M) dan juga sebagai pelopor puncak kejayaan setelah Shafawi mengalami saat-saat yang memprihatinkan. Abbas I menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dan mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani sehingga ia berhasil mengatasi berbagai gejolak dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara sampai akhirnya kajayaan dapat diraih pada masa itu. Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain terlihat dalam beberapa bidang yakni. Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad setelah berdirinya kerajaan sawafi, jadi du antara ketiga kerajaan besar Islam tersebut kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di anak benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah al-walid, dari dinasti Bani Umayyah.
Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani umayyah di bawah pimpinan Muhammad ibn Qosim. Pada fase desintegrasi dinasti Ghaznawi mengembangkan kekuasaannya di India di bawah pimpinan Sultan Mahmud dan pada tahun 1020 M, ia berhasil menaklukkan hampir semua kerajaan Hindu di wilayah ini, sekaligus mengIslamkan sebagian masyarakatnya. Setelah dinasti Ghaznawi hancur, muncul dinasti-dinasti kecil seperti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1296-1316 M), Tuglug (1320-1412 M) dan dinasti-dinasti lain.
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat bantuan dari Raja Shafawi, Ismail I, akhirnay ia berhasil manaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M ia menduduki Kabul, ibukota Afghanistan.
Puncak kejayaan kerajaan Mughal terjadi pada masa pemerintahan Putra Humayun, Akbar Khan (1556-1605 M). Sistem Pemerintahan Akbar adalah militeristik. Kemudian Akbar berhasil memperluas wilayah. Faktor pendukung kemajuan peradaban kerajaan Mughal antara lain karena penerapan politik sulakhul (toleransi universal) yang diterapkan oleh Akbar, dimana tidak ada perbedaan antara rakyat India, semua dipandang sama tidak membedakan perbedaan etnis dan agama. Faktor lain yang terpenting adalah karena kemantapan stabilitas poltik akibat sistem pemerintahan yang diterpakan oleh Akbar. Perkembangan agama Islam kesultanan Mughal yang terjadi pada masa Akbar yaitu tentang konsep Din-i-Ilahi.
Berkembanganya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum Dinasti Mughal, muslim India adalah penganut sunni fanatik.
Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi syi’ah untuk mengembangan pengaruhnya. Kemudian di bentuklah sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap madzab hukum, tariqat sufi, persekutuan terhadap ajaran syaikh, ulama dan wali individual. Mereka terdiri dari warha Sunni dan Syi’i.
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa, tiga kerajaan Islam penting diciptakan pada akhir abad 15 dan awal abad 16 kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Shafawi di Persia, dan kerajaan Mughal di India. Tiga Kerajaan penting tersebut tampak lebih memusatkan pandangan mereka pada tradisi demokratis Islam. Hampir setiap segi kehidupan umum dijalankan dengan ketepatan sistematis dan birokratis. Ketiga kerajaan besar ini seperti membangkitkan kembali kejayaan Islam setelah runtuhnya Bani Abbasiyah.
Namun, kemajuan yang dicapai pada masa tiga kerajaan besar ini berbeda dengan kemajuan yang dicapai pada masa Islam klasik, kemajuan pada masa klasik jauh lebih kompleks. Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam sudah mulai bertaklid kepada imam-imam besar yang lahir pada masa klasik Islam. Kalau pun ada mujtahid, maka ijtihad yang dilakukan adalah ijtihad fi al-mazhab yaitu ijtihad yang masih berada dalam batas-batas mazhab tertentu, tidak lagi ijtihad mutlak, hasil pemikiran bebas yang mandiri. Filsafat dianggap bid’ah. Kalau pada masa klasik, umat Islam maju dalam bidang politik, peradaban, dan kebudayaan, seperti dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, pada masa tiga kerajaan besar kemajuan dalam bidang filsafat hanya sedikit berkembang di kerajaan Shafawi Persia. Ilmu pengetahuan umum tidak didapatkan lagi. Kemajuan yang dapat dibanggakan pada masa ini hanya dalam bidang politik, kemiliteran, dan kesenian terutama arsitektur.